Ahmad Surkati, di Madinah dan Makkah

SYAIKH AHMAD SURKATI (1875-1943), Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia (2)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

MASA STUDI DI MADINAH DAN MAKKAH

MAKKAH di Masa Lalu
MAKKAH di Masa Lalu. Di kota suci ini Ahmad Surkati memperoleh gelar Al-Allamah

Sewaktu berada di Makkah, hubungan antara Ahmad Surkati dan keluarganya terputus, karena putusnya jalan haji antara Sudan dan Hijaz. Baru si tahun 1316 H atau tahun 1898 M, yakni setelah tentara Mesir dan Inggris memasuki negeri Sudan, hubungan itu pulih kembali.

Akan halnya Ahmad Surkati, dia ternyata tak lama bermukim di Makkah. Dari keterangan kawannya yang berada di Makkah pada Sati Muhammad, diketahui Ahmad Surkati berada di Makkah hanya sementara, karena dia lalu meneruskan perjalanan ke Madinah.

Di Madinah

Penuturan Sati Muhammad, juga yang disiarkan oleh Majlis Da’wah Al-Irsyad,[1] Ahmad Surkati bermukim di Madinah sekitar empat setengah tahun. Di Madinah ia memperdalam ilmu agama Islam dan bahasa Arab.

Guru-guru Ahmad Surkati di Madinah antaranya adalah dua ulama besar ahli hadits asal Maroko, Syekh Salih dan Syekh Umar Hamdan. Ia juga belajar Al-Qur’an pada seorang ulama ahli qira’at, yakni Syekh Muhammad al-Khuyari al-Maghribi; belajar fikih dari ahli fikih yang tergolong wara’, yaitu Syekh Ahmad bin al-Haji Ali al-Mahjub dan Syekh Mubarak al-Nismat; serta berguru bahasa Arab dari ahli bahasa bernama Syekh Muhammad al-Barzanji.[2]

Setelah merasa memperoleh bekal ilmu di Madinah, ia meneruskan menuntut ilmu lebih lanjut dan tidak ada niat pulang ke Sudan. Demikianlah hingga dalam suratnya pada saudaranya (Sati Muhammad), kendati tidak memberi alas an, Ahmad Surkati menyatakan bertekad menuntut ilmu dan bermukim di Makkah.[3]

Di Makkah

Dalam Tarikh Hadramaut as-Siyasi, Shalah Abdul Qadir al-Bakri menyatakan Ahmad Surkati pindah dari Madinah ke Makkah untuk memperdalam ilmunya, terutama fikih mazhab asy-Syafi’i. Untuk itu, ia bermukim di Makkah selama kurang lebih 11 tahun.

Di Makkah pula, waktu itu, ia sempat memperoleh gelar Al-Allamah dari Majelis Ulama Makkah. Menurut Sati Muhammad, Ahmad Surkati adalah orang Sudan yang pertama kali namanya tertulis di daftar ulama Makkah, walau (ketika itu) tidak sedikit ulama Sudan yang berada di Makkah.[4]

Konon, ulama Makkah tergolong sangat selektif untuk mencatat nama orang-orang afagi (yang bukan Hijaz) dalam daftar ulama. Itu dilakukan untuk memelihara penghargaan yang diberikan pada ulama yang terdaftar dalam pemerintahan Usmaniyah. Tindakan ini dilakukan bukan hanya terhadap orang-orang Sudan, tapi juga dari negara lain.

Di Makkah, Ahmad Surkati di antaranya berguru pada dua orang yang tergolong sangat alim, Syekh As’ad dan Syekh Abd al-Rahman, yang tak lain putra Syekh al-Kabir Ahmad al-Duhan. Guru Ahmad Surkati yang lain adalah al-Allamah Syekh Muhammad bin Yusuf al-Khayyath dan Syekh Syu’aib bin Musa al-Maghribi.[5]

Sesudah menamatkan pelajaran dari guru-gurunya dan memperoleh gelar al-Allamah pada 1326 H, Ahmad Surkati mendirikan madrasah swasta di Makkah dan mendapat sambutan baik. Di samping mengajar di Madrasahnya, ia juga mengajar secara tetap di Masjidil Haram.[6]

Dalam upaya memperluas pandangannya, lebih khusus ilmu agama, selama di Makkah ia banyak berhubungan surat-menyurat dengan ulama Al-Azhar. Aktivitas ini menyebabkan Ahmad Surkati banyak dikenal di kalangan ulama Al-Azhar. Hingga, pada waktu datang utusan dari Jam’iat Khayr (Jamiat Khair) untuk mencari guru, ulama Al-Azhar menunjuk namanya dan menganjurkan utusan itu berhubungan langsung dengan Ahmad Surkati di Makkah.

Setelah utusan dari Jamiat Khair itu menemuinya, menurut Sati Muhammad, Ahmad Surkati bisa menerima tawaran itu dan bermaksud segera meninggalkan Makkah menuju Hindia Timur (nama Indonesia ketika itu). Mendengar berita tawaran Jamiat Khair itu, Sati Muhammad keberatan karena tidak sinkron dengan cita-cita ayahnya. Tapi, ketika suratnya dikirim pada Ahmad Surkati, ternyata ia sudah menyiapkan diri untuk berangkat ke Jawa ditemani dua orang kawan dekatnya, Syekh Muhammad Abdul Hamid al-Sudani dan Syekh Muhammad Tayyib al-Maghribi.[7]

[1] Siaran Majlis Da’wah, No. 1, 1972, hal. 3. Cf. Suara Al-Irsyad No. 8, th. X, Januari 1981, hal. 15. Tampaknya penuturan Sati Muhammad tentang kehidupan Ahmad Surkati pada saat ia di Sudan sampai dengan masa belajarnya di Madinah dan Makkah merupakan sumber utama.

[2] Sulaiman Naji, hal. 15.

[3] Shalah Abdul Qadir al-Bakri al-Yafi’I, Tarikh Hadhramaut as-Siyasi, II, Mustafa al-Babi, Kairo, 1932, hal. 222. Lihat pula Sulaiman Naji, hal. 38.

[4] Siaran Majlis Da’wah, hal. 3.

[5] Sulaiman Naji, hal. 15.

[6] Shalah Abdul Qadir al-Bakri, hal. 255.

[7] Sulaiman Naji, Tarikh Tawrat al-Islah wal-Irsyad, jilid I, hal. 31. Lihat pula al-Hashimi: “Tarikh al-Ustadz Ahmad bin Muhammad al-Surkati” dalam Naji, Tarjamat, hal. 18.

DARI: Buku SYAIKH AHMAD SURKATI (1875-1943), Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia, karya Prof. Dr. Bisri Affandi, MA (IAIN Sunan Ampel, Surabaya)

BACA ARTIKEL LAINNYA:
Ahmad Surkati, Masa Kecil di Sudan
Tabir di Masjid untuk Kaum Wanita

9 thoughts on “Ahmad Surkati, di Madinah dan Makkah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *